Pentingkah Arti Sebuah Virginitas?

SUATU fenomena yang paling besar dan universal yang melanda kaum remaja saat ini utamanya di kota-kota besar, ialah perilaku penyalahgunaan virginitas. Ironisnya, dalam masyarakat modern, perilaku ini merupakan sesuatu yang hampir tidak mungkin dihindari. Hal ini membuatnya menjadi salah satu tantangan terbesar yang dihadapi bangsa timur.

Maraknya klinik aborsi yang menerima keinginan para wanita untuk menggugurkan kandungan hasil hubungan gelap, sudah menjadi bagian dari problema masyarakat Indonesia. Menanggapi permasalahan itu, Dr Handrawan Nadesul mengutarakan pandangannya.

"Tahun 1986-an ada kongres seksologi sedunia di Bali. Ada satu makalah dengan penelitian pendahuluan di sekolah-sekolah menengah di Bali sebagian besar siswinya sudah tidak virgin lagi. Pada saat yang sama, ditanyakan pada siswa pria mau tidak menikah dengan wanita yang sudah tidak gadis, ternyata jawabannya tidak. Jadi masyarakat timur umumnya masih memegang teguh virginitas," kata Dr Handrawan saat berbincang dengan okezone melalui telepon genggamnya, Kamis (9/10/2008).

Menurut pria yang memiliki kesibukan sebagai pengasuh konsultasi kesehatan di beberapa media di Jakarta ini, adanya sikap penolakan dari kaum pria terhadap calon istri yang tidak perawan lagi disebabkan secara psikologis dalam masyarakat timur tetap memegang teguh arti sebuah virginitas.

"Pada perkembangan zaman saat ini wanita Indonesia lebih berisiko tidak virgin karena pola pergaulan yang bebas, namun virginitas masih bernilai penting di mata pria. Jadi walaupun sebagian pria dapat menerima calon istri yang tidak virgin, dalam hati kecil mereka tidak tulus menerima kondisi tersebut," ucap penulis 74 judul buku ini.

Ditambahkan Nadesul, saat keperawanan sudah tidak dapat dipertahankan oleh seorang gadis maka yang menjadi problematik di masa yang akan datang ialah apakah pasangan hidupnya bisa menerima kondisi tersebut atau tidak.

"Wanita yang secara hukum masih nona, namun secara biologis sudah nyonya akan mendapat masalah saat ingin menikah. Kondisi tersebut sangat dilematis karena mengaku tidak perawan akan berisiko ditinggalkan calon pendampinya, tapi mengaku perawan juga akan mendapat penolakan. Jadi pada akhirnya mereka harus bertemu dengan calon suami yang bisa menerima kondisi tersebut," paparnya panjang lebar.

Egoisme pria untuk menodai calon pendampingnya tanpa harus bertanggung jawab akhirnya merugikan wanita. Di mana kaum hawa selalu menjadi pihak lemah, yang menimbulkan bekas di dirinya. Karena itu, sambung Nadesul, agar dapat memastikan apakah masih virgin atau tidak kita bisa melakukan tes visum.

"Perbedaan antara wanita yang masih perawan dan tidak virgin ialah saat pertama kali berhubungan intim mengeluarkan darah atau tidak. Walaupun tidak dapat dipastikan penyebabnya apa, dapat dibuktikan dengan cara visum. Jadi kalau sebelum menikah terjadi perdarahan karena kecelakaan dapat dijelaskan selaput darahnya rusak bukan karena pernah berhubungan intim," ungkapnya.

Masih menurut Nadesul bukan berarti kondisi berdarah atau tidak dapat membuktikan bahwa seorang wanita masih perawan atau tidak.

"Tipe selaput darah wanita memang berbeda-beda, ada yang tebal dan tipis. Yang tebal dan sangat elastis memang susah untuk berdarah, tapi bukan berarti kondisi tersebut menjadi alasan untuk wanita yang sudah tidak virgin menyatakan diri masih perawan," tutur peraih penghargaan sebagai penulis surat kabar peduli kesehatan ini.

Virginitas, lanjut Nadesul, memang memiliki arti penting bagi seorang pria. Kondisi tersebut lebih disebabkan alasan secara psikologis semua pria tidak menginginkan mendapat barang bekas.

"Secara biologis dan medis wanita yang masih virgin dan sudah tidak perawan tidak bisa dibedakan. Tapi yang membedakan hanya ketika seorang wanita sudah melahirkan. Itu pun bila kontruksi Miss V-nya berubah menjadi longgar," tandasnya.

Jadi, untuk membahagiakan calon pendamping hidup sebaiknya pertahankan virginitas Anda! (nsa-oz)

Tidak ada komentar: